This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 20 September 2017

Membincang islam dan teknologi


Berkembangnya peradaban manusia tentu diimbangi dengan gelombang kemajuan teknologi yang semakin deras sehingga turut merubah tatanan dan gaya hidup manusia menjadi lebih dinamis, keberhasilan manusia dalam mengembangkan teknologi transportasi memungkinkan manusia berada pada mobilitas yang tinggi, bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan begitu cepat, sementara pesatnya perkembangan teknologi informasi menjadikan lalu lintas arus informasi menjadi semakin cepat dan transparan  dalam pertukaran informasi, menjadikan dunia seakan tanpa jarak dan sekat. Berjuta-juta km jarak yang memisahkan manusia di berbagai penjuru dunia seakan hilang berkat kemampuan manusia dalam mengembangkan teknologi, begitupun  riset dan penemuan-penemuan oleh para pakar kesehatan yang mendorong peningkatan pada angka harapan hidup manusia, dengan sekuat tenaga seakan-akan manusia ingin benar benar menguasai dunia. Di abad 21, peranan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu besar, hingga menjadikan cerita tentang fenomena kecerdasan manusia ini selalu menarik dan mengundang rasa ingin tahu di kalangan masyarakat luas, serta mengundang banyak perdebatan antara manfaat dan dampak kerugian yang ditimbulkannya. Penerapan IPTEK pun kini telah merambah ke hampir seluruh sektor kehidupan, hampir semua manusia yang tinggal di bumi hari ini merasakan langsung dampak dari perkembangan teknologi. Para ilmuwan dari berbagai bidang keilmuan terus berlomba-lomba untuk menghasilkan karya dan inovasi, seperti Yoshinori Ohsumi, David J.Thouless, F.Duncan M.Haldane, J.Michael Kosterlitz, J. Fraser Stoddart, Jean-Piere Sauvage dan Bernard L. Feringa adalah sederet nama-nama yang meraih penghargaan nobel dibidang kedokteran, fisika dan kimia di tahun 2016. Para peraih penghargaan nobel yang memberikan sumbangsih dan bermanfaat bagi keberlangsungan dunia IPTEK memang masih didominasi oleh negara-negara barat, hanya beberapa nama yang muncul dari Asia, begitupun dengan peraihan hadiah nobel di tahun-tahun sebelumnya. Hal ini turut memperkuat dominasi negara-negara barat dalam sumbangsihnya di bidang IPTEK, dimana dunia mencatat nama-nama seperti Johann Gutenberg, James Watt, Michael Farraday, Thomas Alfa Edison, Guglielmo Marconi, Alexander Graham Bell dan Charles Babbage dengan berbagai temuannya yang dianggap mampu merubah wajah dunia.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa negara-negara barat beserta para ilmuwan-ilmuwan tersebut mayoritas adalah non muslim, memang kita tidak harus memiliki keyakinan ataupun agama yang sama dengan para penemu untuk turut menikmati teknologi yang ada, apakah orang islam, kristen, budha, hindhu dan bahkan tidak beragama sekalipun dapat menikmatinya, siapapun penggagasnya dan apapun dampak yang ditimbulkannya kita harus tetap mengingat bahwa ilmu adalah netral dan bebas nilai, jika ilmu itu menimbulkan dampak yang tidak baik bagi kemanusiaan yang salah bukanlah ilmunya tetapi pengguna itulah yang tidak memperhatikan nilai-nilai etika kemanusiaan. Pasca lahirnya Gerakan Intelektual atau yang sering disebut dengan masa-masa Renaisans para Ilmuwan di negeri-negeri barat terus menghujani dunia dengan berbagai temuan dan inovasinya, yang tidak jarang mengundang gesekan dengan para kelompok agamawan karena turut mempengaruhi sendi-sendi kehidupan beragama dan terkadang menimbulkan dilema bagi manusia. Gerakan Intelektual oleh para tokoh-tokoh Renaisans yang berpandangan bahwa “manusia bukan hanya memikirkan nasib di akhirat seperti pandangan abad tengah, tetapi juga harus memikirkan nasibnya di dunia, manusia lahir untuk mengolah, menyempurnakan dan menikmati dunia, nasib manusia di tangan manusia, penderitaan, kesengsaraan dan kenistaan dunia bukanlah takdir tuhan, melainkan suatu keadaan yang dapat diperbaiki dan diupayakan oleh kekuatan manusia dengan akal, manusia bukanlah budak tapi majikan atas diri sendiri” seperti itulah kira-kira semangat humanis, semangat manusia di zaman Renaisans yang meletup dan membakar setiap manusia yang hidup di Eropa. Lantas sejauh mana peran umat muslim dan sumbangsih yang diberikan pasca renaisans hingga hari ini? apakah umat muslim terlalu silau dengan gemilangnya ilmuwan-ilmuwan yang pernah mendongkrak dunia ilmu pengetahuan semacam Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Al Khawarizmi dll di masa sebelum dunia barat mengguncang dengan gerakan Renaisans. Harus kita akui bahwa umat islam hari ini lebih banyak menjadi saksi dan konsumen teknologi dibanding dengan sumbangsihnya, Suatu hal yang paling memilukan dialami oleh umat Islam di seluruh dunia dewasa ini, tertinggal dalam persoalan ilmu pengetahuan dan teknologi, padahal untuk kebutuhan-kebutuhan Praktis kehadiran Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar, terlebih-lebih Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membantu dan mempermudah manusia dalam memahami kekuasaan Tuhan dalam melaksanakan tugas kekhalifahan.
Diskursus tentang Islam akan menemui banyak arti dan makna, Islam sebagai ajaran Tuhan yang disampaikan oleh Muhammad melalui perantara malaikat Jibril dengan Al-Qur’an dan Hadist sebagai pedoman dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Dalam pengertian yang lain Islam didefinisikan sebagai ajaran Tuhan yang universal dan diterjemahkan sebagai sikap pasrah dan tunduk sepenuhnya kepada Tuhan, disampaikan kepada seluruh makhluk  dengan perantara utusan Tuhan sesuai dengan tempat dan masa tertentu.  Atau yang oleh Cak Nur dikatakan “Agama semua nabi adalah Islam meskipun syariatnya berbeda sesuai dengan zaman dan tempat khusus masing-masing nabi diutus”. Terlepas dari berbagai macam arti dan makna tentang Islam, dalam artikel ini penulis menggunakan Islam sebagai Agama Formal, satu dari sekian banyak agama yang ada di dunia dan setara dengan Kristen, Hindhu, Yahudi dll, agama bagi 1,6 Milyar manusia di dunia yang mayoritas berada di kawasan Timur Tengah, Afrika Utara, Asia Selatan dan Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Islam terbesar.
Sementara teknologi menurut Wikipedia diterjemahkan sebagai “keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia”, KBBI mengartikannya sebagai “metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis, ilmu pengetahuan terapan”. Akan ada banyak pengertian yang menjelaskan tentang teknologi, namun penulis sepakat untuk menggunakan pengertian “kumpulan alat, modifikasi, pengaturan dan prosedur yang digunakan oleh manusia untuk mempermudah aktifitas dan terus berkembang mengikuti zaman”. Teknologi selalu berkaitan erat dengan ilmu pengetahuan, yang oleh Azhari Akmal Tarigan didefinisikan sebagai “Rangkaian aktivitas manusia rasional dengan berbagai metode berupa aneka prosedur  dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan sistematis mengenai gejala kealaman, kemasyarakatan atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, pemahaman, penjelasan ataupun melalukan penerapan”. IPTEK tidak hanya terbatas pada masalah teknologi, masalah ekonomi pun juga menyangkut IPTEK, seringkali kita terperangkap pada persoalan canggih atau tidak canggih, sebab pada dasarnya IPTEK adalah semua hal yang diperlukan untuk memecahkan masalah seperti kesehatan, transportasi, informasi, ekonomi dll. IPTEK adalah sesuatu yang tepat guna, tidak harus tentang nuklir, pesawat terbang, atau bioteknologi, meskipun harus kita akui high tech tersebut memiliki tempat dan fungsinya tersendiri dan berpengaruh bagi kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang biasa kita kenal dengan IPTEK merupakan anak dari sebuah budaya sebagai produk manusia, dalam sejarah perkembangan manusia itu sendiri budaya telah mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan tingkatan dari peradaban manusia itu sendiri, dulu manusia tinggal di dalam goa-goa batu, berkembang dengan rumah-rumah kayu sederhana dan hingga hari ini tinggal didalam susunan-susunan beton dan kaca. Begitulah IPTEK yang terus berkembang sesuai dengan hasrat manusia dalam berkembang, Tidak ada yang harus dipersalahkan jika budaya masa lalu mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan budaya masa kini, Itulah fakta  yang harus dicari  makna tersembunyi di balik perkembangan tersebut.
Al-Qur’an sebagai pedoman dan tuntunan umat Islam dalam kehidupan tidak luput membahas masalah ilmu pengetahuan dan teknologi, meskipun Al-Qur’an diturunkan bukan untuk tujuan-tujuan yang bersifat praktis, maka secara objektif Al-Qur’an bukanlah buku ataupun ensiklopedia sains dan teknologi, akan tetapai Al-Qur’an memberikan informasi sebagai stimulan mengenai fenomena-fenomena alam seperti QS Ar-Rahman ayat 19 dan 20 tentang laut yang tidak bercampur, QS Al-Anbiya ayat 21 dan An Naba’ ayat 6-7 tentang bumi dan gunung, An-Nur ayat 40 tentang dasar laut, QS Al-Anbiya ayat 33 dan Yaasin ayat 38 tentang alam semesta dan tata surya, dan lainnya. Bahkan pesan atau wahyu yang pertama kali diterima oleh Muhammad mengandung indikasi pentingnya proses investisigasi atau penyelidikan serta aktivitas Ilmiah yang paling mendasar dan Utama, yakni membaca. Seperti dalam QS Al-Alaq Ayat 1-5 “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia menciptakan Manusia dari Segumpal Darah, Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam (Tulis baca), Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”. Kata Iqra’ menurut Quraish Shihab diambil dari akar kata yang berarti menghimpun, dari menghimpun lahir beraneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik yang tertulis  maupun tidak, Sedangkan dari segi objeknya, perintah Iqra itu mencakup segala hal yang dapat dijangkau oleh manusia.
Dari uraian diatas bisa kita simpulkan bahwa tidak ada alasan untuk memisahkan antara Islam dan ilmu pengetahuan ataupun teknologi, sebab Islam sebagai agama yang memandang dirinya paling lengkap tidak mungkin memisahkan diri dari persoalan-persoalan yang berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan umatnya. Disamping itu pelaku yang dituntut oleh wahyu pertama Surat Al-alaq adalah manusia, karena potensi kearah itu hanya diberikan kepada makhluk jenis ini, pemberian potensi ini tentunya berhubungan langsung dengan peran fungsi serta tanggung jawabnya sebagai Khalifah di muka bumi. Bumi sebagai tempat manusia tinggal tentu memiliki hukum-hukum pasti yang bekerja didalamnya, yang disebut dengan Sunnatullah, maka untuk memahami hal tersebut manusia dibekali dengan 2 potensi penting yakni potensi yang berada didalam diri manusia (akal dan bakat) dan potensi dari luar (sumber daya alam). Disamping itu Al-Qur’an juga memberikan tuntunan bagi manusia berupa langkah-langkah penting bagaimana memahami alam agar dapat dicapai manfaat maksimal yang pada intinya mencakup proses kagum, mengamati, dan memahami. Seperti dalam penjabaran berikut ini ;
Pertama, Al-Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk mengenali secara seksama alam sekitarnya seraya mengetahui sifat-sifat dan proses alamiah yang terjadi di dalamnya, perintah ini misalnya ditegaskan dalam Surat Yunus ayat 101. “Katakanlah (Wahai Muhammad): Perhatikan apa yang ada di langit dan di bumi.....”. dalam kata “perhatikan” manusia dituntut untuk tidak hanya sekedar memperhatikan dengan pikiran kosong, melainkan dengan perhatian yang seksama terhadap kebesaran Allah SWT dan makna dari gejala alam yang diamati. Perintah ini tampak lebih jelas dalam Surat Al-Ghasyiyah ayat 17-20, “maka apakah mereka tidak memperhatikan onta bagaimana ia diciptakan, dan langit bagaimana ia diangkat, dan gunung-gunung bagaimana mereka ditegakkan, dan bumi bagaimana ia dibentangkan”.
Kedua, Al-Qur’an mengajarkan kepada manusia untuk mengadakan pengukuran terhadap gejala-gejala alam. Hal ini diisyaratkan di dalam Surat Al-Qamar ayat 149, “sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran”.
Ketiga, Al-Qur’an menekankan pentingnya analisis yang mendalam terhadap fenomena alam melalui proses penalaran yang kritis dan sehat untuk mencapai kesimpulan yang rasional, hal ini dinyatakan dalam surat Al-Nahl ayat 11 – 12, “Dia menumbuhkan bagimu, dengan air hujan itu, tanaman-tanaman zaitun, korma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi mereka yang mau berpikir. Dan dia menundukkan malam dan siang, Matahari dan bulan untukmu; dan bintang-bintang itu ditundukkan (bagimu) dengan perintahnya. Sebenarnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang menalar”.
Ketiga langkah yang dikembangkan oleh Al-Qur’an itulah yang sesungguhnya dijalankan oleh sains hingga saat ini, yaitu observasi  (pengamatan), pengukuran-pengukuran, lalu menarik kesimpulan berdasarkan observasi dan pengukuran. Memahami tanda-tanda dan rahasia alam hanya mungkin dilakukan oleh orang-orang yang terdidik dan memiliki keahlian dalam bidang kealaman seperti matematika, fisika, kimia astronomi, biologi, geologi dan lainnya. Dengan bantuan ilmu dan didorong oleh semangat dan sikap rasional maka Sunnatullah dalam wujud keteraturan alam ini akan bisa diungkap oleh manusia. Sehingga anggapan yang menyatakan bahwa Islam adalah agama yang hanya mementingkan kehidupan pasca mati adalah tidak sepenuhnya benar, sehingga jika hari ini umat Islam tertinggal oleh agama lain dalam hal IPTEK tentunya ada sesuatu yang salah dan seharusnya kita cari dan benahi bersama, minimal kita harus intropeksi diri sebagai umat Islam. Ada banyak hal yang mempengaruhi kemunduran umat Islam dalam hal IPTEK dan telah banyak buku maupun tokoh-tokoh yang mengupasnya dengan berbagai pandangan yang berbeda-beda. Umat Islam akan terus berjalan menuju masa depannya, dengan potensi manusia yang begitu besar umat islam memiliki potensi yang sama dengan umat lainnya, berhasil atau tidaknya bergantung pada unsur manusia sebagai pelaku, modal manusia begitu penting sehingga pendidikan yang berkualitas tinggi dan didorong oleh frame berpikir dan berkarya akan menghasilkan produk IPTEK yang bermutu tinggi.
semenjak tahun 1901 para tokoh dunia yang dianggap berjasa ataupun memberikan kontribusi yang luar biasa bagi masyarakat baik di bidang Kesehatan, Fisika, Kimia, Sastra dan Perdamaian akan diganjar dengan sebuah penghargaan Nobel, penghargaan yang diberikan oleh yayasan Nobel yang didirikan oleh Ragnar Sohlman dan Rudolf Lilljequist atas wasiat dari seorang Industriawan dan penemu Dinamit, Alfred Nobel. Penghargaan yang dimaksudkan sebagai upaya penebusan dosa yang telah ia lakukan karena hasil penemuannya dimanfaatkan untuk tujuan yang merusak. Menarik untuk melihat penghargaan Nobel yang diterima oleh umat Islam sebagai langkah awal untuk mengukur seberapa besar kontribusinya bagi perkembangan Dunia. Hingga Tahun 2012 dengan jumlah penganut kurang lebih 1,6 Milyar, umat Islam yang meraih penghargaan Nobel ada 10 Orang, 2 orang diantaranya peraih nobel fisika dan kimia dan sisanya di bidang sastra dan Perdamaian. Bandingkan dengan Umat Yahudi yang berjumlah sekitar 14 Juta atau 0,02 % dari populasi dunia mendapatkan 194 Penghargaan Nobel di berbagai bidang, 142 orang diantaranya dibidang Kesehatan, Fisika dan Kimia. Bagaimana dengan Indonesia? Negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, dan konon katanya pernah memiliki teknologi-teknologi canggih di era kerajaan-kerajaan besar (Sriwijaya, Majapahit, Mataram dll)?. Terlalu jauh untuk berbicara peraihan medali Nobel, lebih elok jika kita mencermati beberapa data tentang dunia riset Indonesia terlebih dahulu.
jumlah peneliti per satu juta penduduk Indonesia sebanyak 90 orang, sebagai perbandingan Malaysia 365 orang, Thailand 316 dan China 1,199 per satu juta penduduk. Untuk Jurnal Internasional pada 2012 Indonesia Menyumbang 3,231 artikel, dan sebagai perbandingan Malaysia 20,838 artikel, Thailand 10,824 artikel dan Singapura dengan 16,023 artikel. Sementara untuk publikasi Riset Internasional jumlah ilmuwan dari Indonesia selama kurun waktu 1996 - 2015 berjumlah 39,719 publikasi riset, masih cukup tertinggal dengan Thailand yang berhasil mempublikasikan 123,410, Malaysia 181,251 dan Singapura 215,553 publiksasi riset. Meskipun masih kalah dalam dunia riset oleh negara-negara tetangga kita tidak bisa sepenuhnya menilai bahwa masyarakat kita tidak mampu bersaing dalam dunia riset teknologi, mengingat ada banyak faktor yang mempengaruhi berkembangnya suatu sains ataupun teknologi dalam suatu negara, semisal kondisi sosial, politik dan ekonomi. Keseriusan negara dalam menggarap dunia riset ditunjukan dengan alokasi Anggaran yang digelontorkan, alokasi anggaran penelitian Indonesia dari APBN tahun 2016 sebesar 0,09 % dari PDB, 50 kali lebih sedikit dari negara tetangga Malaysia yang mencapai 5 % dari PDB  .
sebagai penutup, sebuah penggalan Hadist yang cukup populer dikalangan umat Islam ini mungkin bisa menjadi renungan bagi kita semua, “Barang siapa menghilangkan kesulitan seorang mu’min di dunia, maka Allah akan melepaskan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan orang yang tengah dilanda kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan di Akhirat”. Penggalan Hadist yang menyeru kepada manusia untuk menguasai teknologi dan manajemen, agar mampu memberi kemudahan bagi manusia lainnya di dunia.

*catatan kaki tidak kami sertakan,  artikel ditulis sebagai bahan diskusi kelompok mahasiswa pada maret 2017



Selasa, 19 September 2017

DILEMA MANUSIA DIBALIK ROMANTIKA PERJALANAN ILMUWAN DAN AGAMAWAN

Nenek moyang manusia mungkin benar  berasal dari kera, berjalan membungkuk, sedikit tegap hingga tegap sempurna. Hidup secara berkoloni, mempertahankan hidup dengan cara berburu  dan nomaden di alam, beralih ke cara bercocok tanam dan menjinakkan binatang buas, perlahan mulai hidup menetap di suatu daerah hingga sampai pada suatu zaman dimana manusia mulai mengenal kepemilikan pribadi. Sejarah perjalanan panjang kisah manusia di bumi tersebut sedikit banyak telah kita dengar sejak kita duduk di bangku sekolah, dan hingga kini masih menjadi bahan perbincangan yang cukup menarik bagi semua kalangan di tengah banyaknya buku maupun jurnal-jurnal ilmiah yang mencoba untuk meneliti, membuktikan, hingga berani meragukan ataupun membenarkannya. Meskipun sebenarnya perbincangan yang berujung debat itupun terlihat monoton karena hampir kesemuanya mempunyai pandangan yang sama, sama-sama menolak bahwa nenek moyang mereka mempunyai kemiripan dengan kera yang biasa mereka jumpai di hutan, kebun binantang maupun tayangan-tayangan televisi.
Semenjak Charles Darwin, seorang Ilmuwan yang mencetuskan sebuah konsep tentang seleksi alam atau yang lebih dikenal dengan teori evolusi berhasil menggemparkan dunia dengan berbagai kontroversinya, meskipun harus diakui sedikit banyak teori  tersebut memberi sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang biologi dan ilmu sejarah. Secara ilmiah teori tersebut memang mengandung banyak kekurangan dan terbantahkan oleh teori-teori ilmiah lainnya, hal itupun juga diakui oleh Charles darwin sendiri, yang menyatakan bahwa mendapat banyak kesulitan dalam menyusun teori tersebut, hal ini sangatlah wajar mengingat sumber-sumber informasi dan peralatan yang digunakan mungkin masih terbatas jika dibandingkan saat ini. Kontroversi  terkait anggapan bahwa manusia berevolusi terus berlanjut hingga hari ini, mulai dari kalangan ilmuwan, agamawan hinga masyarakat awam yang tentunya minim informasi dan tidak memiliki dasar keilmuan yang cukup kuat tentang teori tersebut serta mudah digiring oleh opini-opini yang cenderung mengatasnamakan  keyakinan Agama. Kelompok-kelompok Agamawan yang membawa semangat kreasionis merasa terganggu dengan munculnya teori tersebut, kemapanan dogma agama yang menyatakan bahwa manusia pertama langsung diciptakan dengan wujud manusia seperti saat ini mulai mendapat ancaman, hal tersebut wajar terjadi mengingat teori evolusi mulai bisa diterima dengan luas oleh komunitas ilmiah dengan berbagai kekurangannya. Adam sebagai manusia pertama di bumi yang dipercayai oleh Agama-agama Semantik perlahan dan sembunyi-sembunyi mulai dipertanyakan oleh para penganutnya, meskipun dalam jumlah yang relatif sedikit dan terbatas pada beberapa kalangan saja. Karena hal ini dianggap bukanlah masalah sepele, mengingat sudah menyentuh ranah kepercayaan, yang hingga hari ini  kepercayaan (bagaimanapun metodenya) masih menjadi pondasi yang kuat bagi tumbuh suburnya Agama-agama tersebut. Hal inilah yang menjadikan Charles Darwin selalu dikaitkan dengan kelompok-kelompok yang mengaku berpaham Ateis dengan menolak adanya unsur-unsur yang bersifat non-materi, mereka semakin yakin bahwa sains sedikit demi sedikit akan mampu menjawab misteri-misteri yang selama ini masih dipercayakan kepada kitab-kitab suci.
Dari segi ilmu pengetahuan, Bukti – bukti ilmiah yang disampaikan Darwin memang belum cukup mampu untuk mengatakan bahwa manusia merupakan perkembangan langsung dari kera atau simpanse seperti  yang kita pahami saat ini (binatang berjalan hampir tegak menyerupai manusia). Pendekatan-pendekatan ilmiah yang disampaikan oleh Darwin baru sampai pada kesimpulan bahwa jutaan tahun silam ada keterputusan garis silsilah yang menghasilkan kera-kera seperti yang kita lihat saat ini (Ponginae) dengan Kera-kera besar yang dianggap sebagai kerabat dekat manusia (Hominid), Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa Hominid dan Ponginae adalah satu asal usul. Sehingga jika kita mencermati teori tersebut, sama sekali tidak menganggap bahwa manusia hari ini adalah keturunan langsung dari kera-kera yang biasa kita jumpai, hanya ada kemiripan antara nenek moyang manusia dari segi fisiknya dengan kera, dan sepintas memang tidak bisa kita sangkal bahwa kera merupakan hewan yang memiliki ciri-ciri fisik hampir menyerupai manusia. Terlepas dari isi teori yang mungkin sulit diterima oleh kebanyakan masyarakat awam, khususnya  kelompok-kelompok agamawan, baik agama Semantik maupun agama-agama lainnya, kita perlu memahami dan  menyadari bahwa bagaimanapun juga teori evolusi  yang digagas oleh Darwin tersebut adalah sebuah teori ilmiah yang disusun dengan metode-metode tertentu dan hasilnya pun masih dianggap sebuah hipotesa.
Seluas apapun sebuah teori ilmiah digunakan, tentunya tetaplah bersifat relatif, Sebuah teori digunakan dan bahkan dijadikan acuan bukan karena teori tersebut dianggap paling benar, melainkan karena belum ada teori baru yang menyangkal kebenarannya. Kita ambil contoh teori dan rumus “proyeksi pertumbuhan penduduk”, yang digunakan untuk memprediksi jumlah penduduk di tahun-tahun yang akan datang dan penggunannya luas dalam bidang  lingkungan, kesehatan, ekonomi dan lain-lain, teori dan rumus tersebut masih digunakan dan diajarkan di lingkungan dunia pendidikan bukan karena dianggap paling benar dan satu-satunya, tetapi karena  validitas dan tingkat kesalahan dari rumus tersebut masih bisa ditolerir, padahal teori dan rumus tersebut tidak mempunyai sumber pijakan yang jelas, sampai-sampai untuk keperluan referensi ataupun kutipan teori dan rumus tersebut harus ditulis dengan istilah “Anonymous”. Sebuah  Teori ilmiah masih akan dipertahankan terutama dalam wilayah-wilayah praktis, selama dari sisi penggunaan dan manfaatnya masih teruji dan bisa dipertanggungjawabkan. Demikian juga dengan teori yang mempunyai pengaruh besar dalam sejarah perjalanan umat manusia, yang ditulis oleh Karl marx dan Friedrich Engels yang meramalkan bahwa Kapitalis akan runtuh dengan sendirinya akibat dari mekanisme kerja kapitalis itu sendiri, hancur dan melebur bersama borjuis-borjuis penguasa alat produksi  Sehingga perlahan akan tercipta dunia tanpa kelas. Tapi  Sejarah membuktikan bahwa prediksi Karl marx tersebut salah, kapitalis dengan cepat mampu memahami  kelemahannya sendiri dan menyesuaikan dengan keadaan sehingga sampai pada hari ini mampu bekerja dengan wajah yang lebih humanis dan memproklamirkan diri  sebagai pemenang. Gagalnya pembuktian teori yang digagas oleh karl marx tersebut tidak bisa dengan begitu saja menguburnya dalam-dalam, bagaimanapun juga Teori-teori yang disampaikan oleh Karl Marx adalah sebuah teori yang disusun berdasarkan hasil penelitian dan analisa dengan metode-metodenya yang mampu dipaparkan dan diterima dengan cukup luas di seluruh dunia.
Sungguh tidak fair dan sangat tidak bisa diterima jika harus melawan  sebuah teori ilmiah dengan menggunakan pendekatan ayat-ayat kitab suci, hanya karena teori yang diajukan dianggap mengancam dan bisa merusak keimanan seseorang. Bagaimana mungkin sebuah teori ilmiah yang bersifat relatif harus dihadapkan dengan ayat-ayat kitab suci yang tentunya kita semua sepakat akan kemutlakannya yang final. Banyak kita temui para tokoh-tokoh agamawan baik yang memiliki latar belakang pendidikan sains maupun tidak, mencoba meramu sebuah teori yang terkesan dihubung-hubungkan dengan ayat-ayat kitab suci untuk melawan sebuah teori yang dianggap dapat mengganggu tatanan kehidupan beragama yang paling prinsipal, yaitu kepercayaan. Sebagai seorang muslim tentunya kita sangat mengakui dan menghormati beberapa tokoh Islam yang sering menjadi pembicara dalam diskusi-diskusi terbuka seperti Harun Yahya dan zakir Naik, kemampuannya dalam menafsirkan Al-Qur’an dan menjawab misteri-misteri tentang  Islam maupun Al-Qur’an  sangat luar biasa. Akan tetapi upaya mereka untuk merobohkan teori-teori yang dianggap bertentangan dengan Agama seperti Teori Darwin tentang Evolusi seakan dipaksakan, Argumen penolakan yang berdasar pada  ayat-ayat kitab suci justru seakan mencari pembenaran sendiri dan terkesan bersifat Apologetik. Bukan sesuatu yang salah jika harus menggunakan kalimat ataupun ayat dalam kitab suci sebagai jalan pendekatan untuk lebih meyakinkan kebenaran ataupun kesalahan sebuah teori, semisal teori tentang proses penciptaan manusia, maupun yang sedang  hangat dan menjadi isu beberapa waktu yang lalu, yakni  teori tentang Bumi yang berbentuk bulat ataukah datar. Penting bagi kita untuk bijak dalam menilai sebuah teori, apakah sebuah teori yang akan kita bahas tersebut masuk dalam Domain Agama ataukah Sains ? karena keduanya mempunyai jalan dan standart tersendiri untuk sampai pada kesimpulan diterima atau ditolak.
Celah kosong yang ada dalam sains memiliki potensi besar untuk dimasuki oleh Agama, Teori Newton tentang Gravitasi masih menyisakan ruang untuk di pecahkan, penjelasan teori dan ketetapan – ketetapan angka yang dibuatnya masih menyisahkan tanda tanya, perputaran bumi dan benda benda langit lainnya mampu dijelaskan dengan perhitungan-perhitungan sedemikian rupa, tapi tetap saja masih menyisakan ruang  kosong yang belum terisi, apa dan siapa dalang dibalik ketepatan-ketepatan yang rumit ini ? disitulah agama mempunyai kesempatan untuk masuk menggarapnya. Perintah dan tuntunan agama yang ditulis dalam kitab suci mampu ditafsirkan manusia agar mampu dipahami dan dijalankan penganutnya meskipun dengan bahasa yang berbeda, namun lagi-lagi masih juga menyisakan ruang kosong yang perlu diisi agar dapat dilaksanakan dan tidak menimbulkan Permasalahan kedepannya. Hari-hari besar keagamaan umat islam sudah mempunyai ketetapannya masing-masing, sebagai contoh Idul fitri dan Idul Adha, tetapi karena sistem penanggalan yang berdasarkan pada perputaran bulan dan dipengaruhi oleh banyak faktor alam maka penentuan waktu jatuhnya hari tersebut memerlukan instrumen lain, tidak bisa hanya bersandar pada teks-teks kitab suci, hadits maupun kitab-kitab klasik, disinilah ilmu pengetahuan atau sains tampil unjuk gigi untuk mencoba memecahkannya dengan metode dan teknologi  yang hasilnya diharapkan bisa diterima oleh semua kelompok Islam.
Penerimaan kita pada teori-teori ilmiah, terutama yang mengandung banyak kontroversi dan bertentangan dengan dalil-dalil teks suci tidak kemudian menjadikan kita seakan-akan melawan ataupun mengingkari kitab suci itu sendiri, terlebih sampai menjadikan diri kita menerima label Kafir. Teori ilmiah yang dibuat oleh manusia adalah upaya yang dilakukan untuk memecahkan hal-hal yang masih belum bisa dijelaskan, sifatnya yang relatif sehingga bisa dibantah oleh teori baru lagi yang muncul, begitu dan seterusnya. Disitulah esensi yang paling diperlukan dari buah pikiran manusia, selalu berubah menuju kemajuan. Jika kita mengamati tempat tinggal manusia yang semula dibuat dari batu, kayu ataupun bahan-bahan dari alam yang sifatnya praktis, kini semenjak ditemukannya teknologi dan teori-teori baru dalam bidang ilmu bangunan maka manusia memulai era baru untuk menempati ruang-ruang beton yang menjulang tinggi dan indah. Kita tidak bisa bayangkan jika teknologi beton belum ditemukan hingga hari ini, mungkin manusia akan tinggal di dalam potongan potongan batu ataupun menebang  semua pohon sebagai tempat tinggal, dan kita tidak akan pernah mendengar istilah hutan amazon dan hutan borneo sebagai paru-paru dunia karena tentunya sudah habis ditebang untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal manusia. Bangsa belanda selama ribuan tahun berjuang melawan derasnya air laut yang menerjang wilayah daratannya mau tidak mau harus mencari dukungan dari berbagai teori-teori yang tentunya bersifat relatif yang dibuat oleh para pakar keairan, karena mereka sadar teks-teks kitab suci dan khotbah dari rumah ibadah tidak mampu menahan derasnya air laut yang kapan saja bisa menenggelamkan apapun yang mereka miliki.
Persinggungan ilmu pengetahuan dengan agama sampai kapanpun akan terus terjadi, para ilmuwan yang setiap waktu terus berupaya untuk membuat suatu terobosan harus mampu diimbangi oleh kelompok agamawan jika tidak ingin terseok-seok dan bahkan dilibasnya. Kemunculan media sosial di era globalisasi yang sempat dipermasalahkan oleh beberapa kelompok agamawan di sebagian negara karena dianggap membawa banyak sisi negatif, perlahan tapi pasti mereka menerima dan bahkan turut menggunakannya sebagai media untuk menyalurkan doktrin-doktrin keagamaan. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada titik kompromi yang bisa dilakukan oleh agama, atau kalau tidak ingin dikatakan kalah dan menyerah sehingga terpaksa mencebur didalamnya.
Manusia yang memiliki otak sebagai sumber akal dan hati sebagai sumber kepercayaan seringkali mengalami dilema dalam menyikapi pertarungan para ilmuwan dan agamawan,  terkadang di satu sisi tidak berani meninggalkan doktrin agama yang talah dianutnya sejak awal, tapi di sisi lain pikiran dan akal manusia tidak bisa dibohongi untuk menerima sesuatu yang meskipun hal tersebut bertentangan dengan keyakinan yang dipercayainya, sehingga sejak di alam pikiran manusia sulit untuk bersikap adil, benar yang dikatakan oleh sastrawan Pramudya Ananta Toer “Bersikap adillah sejak dalam pikiran, jangan menjadi hakim bila kau belum tahu duduk perkara yang sebenarnya”.
Ilmu pengetahuan dan agama telah mengalami romantika hebat sepanjang perjalanannya, terkadang harus saling bermusuhan, tidak jarang pula berjalan bergandengan dan di beberapa situasi juga harus berjalan sendiri-sendiri. Islam yang telah hadir sejak 1400 tahun yang lalu tentunya pernah mengalami masa-masa seperti diatas, bagaimanakah perjumpaan islam dengan ilmu pengetahuan hingga hari ini?

*catatan kaki tidak kami tampilkan, artikel ditulis sebagai bahan diskusi kelompok mahasiswa pada januari 2017

kritik itu gratis



Mati bukan kerena peluru yang menembus kepala, bukan pula leher yang tertebas pedang, tapi mati adalah ketika engkau dilupakan ! maka menulislah agar ada jejak yang engkau tinggalkan untuk dikenang. “orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” tulis Pramudya Ananta Tour dalam sebuah novel. Menulis bukan hanya untuk dikenang tapi menulis juga sebagai media untuk membuka diri, setiap bait kalimat yang kita tulis akan ditafsirkan oleh setiap yang membacanya, kritik maupun ketidaksetujuan akan terlontar secara spontan ketika apa yang kita tulis mulai dicerna dalam otak, terlebih jika yang kita tulis dianggap mengusik dalam benak pembaca. Tapi percayalah bahwa dengan membuka diri melalui kritik engkau akan menemukan kekurangan dan kelemahanmu, dan itulah yang akan membantumu untuk terus maju.  Sistem kapitalis yang yang dianggap merugikan dan merenggut harkat martabat manusia hingga hari ini mampu menjadi pemenang dan tampil dengan wajah yang lebih humanis, itu semua karena kritik ! ya karena kritik, kelompok-kelompok yang menyebut dirinya berpaham sosialisme ataupun marxisme tidak pernah lelah dan tidak ada habisnya untuk terus mengkritik dan mencari kelemahan dari sistem kapitalis, dan justru dengan kritik itulah sistem kapitalis mampu memperbaiki diri untuk bertahan dan terus hidup hingga menancapkan pengaruhnya hampir disemua sendi-sendi kehidupan. tidak salah juga jika semua acara televisi, produk maupun jasa selalu menyediakan tempat kritik bagi konsumennya, karena mereka sadar hanya dengan kritiklah mereka akan terus bisa memperbaiki diri untuk terus bersaing . mereka  yang dalam hidupnya menolak untuk dikritik menandakan bahwa mereka terjangkit penyakit yang paling berbahaya, penyakit  paling merasa benar, orang yang berbuat salah masih lebih baik selama dia mengakuinya, tapi orang salah dan tidak menyadari kesalahannya akan selalu merasa benar dan tidak akan sembuh kecuali dengan mati.

peluru bisa menembus satu kepala, tapi mulut dan tulisan bisa menembus ribuan hingga jutaan kepala !

Mari kita berbagi, bercerita, mengkritik dan menghujat, seperti yang orang jawa bilang NYLATU ! selagi masih gratis dan tidak dipungut biaya.