Berkembangnya peradaban manusia tentu diimbangi dengan gelombang kemajuan teknologi yang semakin deras sehingga turut merubah tatanan dan gaya hidup manusia menjadi lebih dinamis, keberhasilan manusia dalam mengembangkan teknologi transportasi memungkinkan manusia berada pada mobilitas yang tinggi, bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan begitu cepat, sementara pesatnya perkembangan teknologi informasi menjadikan lalu lintas arus informasi menjadi semakin cepat dan transparan dalam pertukaran informasi, menjadikan dunia seakan tanpa jarak dan sekat. Berjuta-juta km jarak yang memisahkan manusia di berbagai penjuru dunia seakan hilang berkat kemampuan manusia dalam mengembangkan teknologi, begitupun riset dan penemuan-penemuan oleh para pakar kesehatan yang mendorong peningkatan pada angka harapan hidup manusia, dengan sekuat tenaga seakan-akan manusia ingin benar benar menguasai dunia. Di abad 21, peranan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu besar, hingga menjadikan cerita tentang fenomena kecerdasan manusia ini selalu menarik dan mengundang rasa ingin tahu di kalangan masyarakat luas, serta mengundang banyak perdebatan antara manfaat dan dampak kerugian yang ditimbulkannya. Penerapan IPTEK pun kini telah merambah ke hampir seluruh sektor kehidupan, hampir semua manusia yang tinggal di bumi hari ini merasakan langsung dampak dari perkembangan teknologi. Para ilmuwan dari berbagai bidang keilmuan terus berlomba-lomba untuk menghasilkan karya dan inovasi, seperti Yoshinori Ohsumi, David J.Thouless, F.Duncan M.Haldane, J.Michael Kosterlitz, J. Fraser Stoddart, Jean-Piere Sauvage dan Bernard L. Feringa adalah sederet nama-nama yang meraih penghargaan nobel dibidang kedokteran, fisika dan kimia di tahun 2016. Para peraih penghargaan nobel yang memberikan sumbangsih dan bermanfaat bagi keberlangsungan dunia IPTEK memang masih didominasi oleh negara-negara barat, hanya beberapa nama yang muncul dari Asia, begitupun dengan peraihan hadiah nobel di tahun-tahun sebelumnya. Hal ini turut memperkuat dominasi negara-negara barat dalam sumbangsihnya di bidang IPTEK, dimana dunia mencatat nama-nama seperti Johann Gutenberg, James Watt, Michael Farraday, Thomas Alfa Edison, Guglielmo Marconi, Alexander Graham Bell dan Charles Babbage dengan berbagai temuannya yang dianggap mampu merubah wajah dunia.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa negara-negara barat beserta para ilmuwan-ilmuwan tersebut mayoritas adalah non muslim, memang kita tidak harus memiliki keyakinan ataupun agama yang sama dengan para penemu untuk turut menikmati teknologi yang ada, apakah orang islam, kristen, budha, hindhu dan bahkan tidak beragama sekalipun dapat menikmatinya, siapapun penggagasnya dan apapun dampak yang ditimbulkannya kita harus tetap mengingat bahwa ilmu adalah netral dan bebas nilai, jika ilmu itu menimbulkan dampak yang tidak baik bagi kemanusiaan yang salah bukanlah ilmunya tetapi pengguna itulah yang tidak memperhatikan nilai-nilai etika kemanusiaan. Pasca lahirnya Gerakan Intelektual atau yang sering disebut dengan masa-masa Renaisans para Ilmuwan di negeri-negeri barat terus menghujani dunia dengan berbagai temuan dan inovasinya, yang tidak jarang mengundang gesekan dengan para kelompok agamawan karena turut mempengaruhi sendi-sendi kehidupan beragama dan terkadang menimbulkan dilema bagi manusia. Gerakan Intelektual oleh para tokoh-tokoh Renaisans yang berpandangan bahwa “manusia bukan hanya memikirkan nasib di akhirat seperti pandangan abad tengah, tetapi juga harus memikirkan nasibnya di dunia, manusia lahir untuk mengolah, menyempurnakan dan menikmati dunia, nasib manusia di tangan manusia, penderitaan, kesengsaraan dan kenistaan dunia bukanlah takdir tuhan, melainkan suatu keadaan yang dapat diperbaiki dan diupayakan oleh kekuatan manusia dengan akal, manusia bukanlah budak tapi majikan atas diri sendiri” seperti itulah kira-kira semangat humanis, semangat manusia di zaman Renaisans yang meletup dan membakar setiap manusia yang hidup di Eropa. Lantas sejauh mana peran umat muslim dan sumbangsih yang diberikan pasca renaisans hingga hari ini? apakah umat muslim terlalu silau dengan gemilangnya ilmuwan-ilmuwan yang pernah mendongkrak dunia ilmu pengetahuan semacam Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Al Khawarizmi dll di masa sebelum dunia barat mengguncang dengan gerakan Renaisans. Harus kita akui bahwa umat islam hari ini lebih banyak menjadi saksi dan konsumen teknologi dibanding dengan sumbangsihnya, Suatu hal yang paling memilukan dialami oleh umat Islam di seluruh dunia dewasa ini, tertinggal dalam persoalan ilmu pengetahuan dan teknologi, padahal untuk kebutuhan-kebutuhan Praktis kehadiran Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar, terlebih-lebih Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membantu dan mempermudah manusia dalam memahami kekuasaan Tuhan dalam melaksanakan tugas kekhalifahan.
Diskursus tentang Islam akan menemui banyak arti dan makna, Islam sebagai ajaran Tuhan yang disampaikan oleh Muhammad melalui perantara malaikat Jibril dengan Al-Qur’an dan Hadist sebagai pedoman dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Dalam pengertian yang lain Islam didefinisikan sebagai ajaran Tuhan yang universal dan diterjemahkan sebagai sikap pasrah dan tunduk sepenuhnya kepada Tuhan, disampaikan kepada seluruh makhluk dengan perantara utusan Tuhan sesuai dengan tempat dan masa tertentu. Atau yang oleh Cak Nur dikatakan “Agama semua nabi adalah Islam meskipun syariatnya berbeda sesuai dengan zaman dan tempat khusus masing-masing nabi diutus”. Terlepas dari berbagai macam arti dan makna tentang Islam, dalam artikel ini penulis menggunakan Islam sebagai Agama Formal, satu dari sekian banyak agama yang ada di dunia dan setara dengan Kristen, Hindhu, Yahudi dll, agama bagi 1,6 Milyar manusia di dunia yang mayoritas berada di kawasan Timur Tengah, Afrika Utara, Asia Selatan dan Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Islam terbesar.
Sementara teknologi menurut Wikipedia diterjemahkan sebagai “keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia”, KBBI mengartikannya sebagai “metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis, ilmu pengetahuan terapan”. Akan ada banyak pengertian yang menjelaskan tentang teknologi, namun penulis sepakat untuk menggunakan pengertian “kumpulan alat, modifikasi, pengaturan dan prosedur yang digunakan oleh manusia untuk mempermudah aktifitas dan terus berkembang mengikuti zaman”. Teknologi selalu berkaitan erat dengan ilmu pengetahuan, yang oleh Azhari Akmal Tarigan didefinisikan sebagai “Rangkaian aktivitas manusia rasional dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan sistematis mengenai gejala kealaman, kemasyarakatan atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, pemahaman, penjelasan ataupun melalukan penerapan”. IPTEK tidak hanya terbatas pada masalah teknologi, masalah ekonomi pun juga menyangkut IPTEK, seringkali kita terperangkap pada persoalan canggih atau tidak canggih, sebab pada dasarnya IPTEK adalah semua hal yang diperlukan untuk memecahkan masalah seperti kesehatan, transportasi, informasi, ekonomi dll. IPTEK adalah sesuatu yang tepat guna, tidak harus tentang nuklir, pesawat terbang, atau bioteknologi, meskipun harus kita akui high tech tersebut memiliki tempat dan fungsinya tersendiri dan berpengaruh bagi kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang biasa kita kenal dengan IPTEK merupakan anak dari sebuah budaya sebagai produk manusia, dalam sejarah perkembangan manusia itu sendiri budaya telah mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan tingkatan dari peradaban manusia itu sendiri, dulu manusia tinggal di dalam goa-goa batu, berkembang dengan rumah-rumah kayu sederhana dan hingga hari ini tinggal didalam susunan-susunan beton dan kaca. Begitulah IPTEK yang terus berkembang sesuai dengan hasrat manusia dalam berkembang, Tidak ada yang harus dipersalahkan jika budaya masa lalu mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan budaya masa kini, Itulah fakta yang harus dicari makna tersembunyi di balik perkembangan tersebut.
Al-Qur’an sebagai pedoman dan tuntunan umat Islam dalam kehidupan tidak luput membahas masalah ilmu pengetahuan dan teknologi, meskipun Al-Qur’an diturunkan bukan untuk tujuan-tujuan yang bersifat praktis, maka secara objektif Al-Qur’an bukanlah buku ataupun ensiklopedia sains dan teknologi, akan tetapai Al-Qur’an memberikan informasi sebagai stimulan mengenai fenomena-fenomena alam seperti QS Ar-Rahman ayat 19 dan 20 tentang laut yang tidak bercampur, QS Al-Anbiya ayat 21 dan An Naba’ ayat 6-7 tentang bumi dan gunung, An-Nur ayat 40 tentang dasar laut, QS Al-Anbiya ayat 33 dan Yaasin ayat 38 tentang alam semesta dan tata surya, dan lainnya. Bahkan pesan atau wahyu yang pertama kali diterima oleh Muhammad mengandung indikasi pentingnya proses investisigasi atau penyelidikan serta aktivitas Ilmiah yang paling mendasar dan Utama, yakni membaca. Seperti dalam QS Al-Alaq Ayat 1-5 “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia menciptakan Manusia dari Segumpal Darah, Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam (Tulis baca), Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”. Kata Iqra’ menurut Quraish Shihab diambil dari akar kata yang berarti menghimpun, dari menghimpun lahir beraneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik yang tertulis maupun tidak, Sedangkan dari segi objeknya, perintah Iqra itu mencakup segala hal yang dapat dijangkau oleh manusia.
Dari uraian diatas bisa kita simpulkan bahwa tidak ada alasan untuk memisahkan antara Islam dan ilmu pengetahuan ataupun teknologi, sebab Islam sebagai agama yang memandang dirinya paling lengkap tidak mungkin memisahkan diri dari persoalan-persoalan yang berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan umatnya. Disamping itu pelaku yang dituntut oleh wahyu pertama Surat Al-alaq adalah manusia, karena potensi kearah itu hanya diberikan kepada makhluk jenis ini, pemberian potensi ini tentunya berhubungan langsung dengan peran fungsi serta tanggung jawabnya sebagai Khalifah di muka bumi. Bumi sebagai tempat manusia tinggal tentu memiliki hukum-hukum pasti yang bekerja didalamnya, yang disebut dengan Sunnatullah, maka untuk memahami hal tersebut manusia dibekali dengan 2 potensi penting yakni potensi yang berada didalam diri manusia (akal dan bakat) dan potensi dari luar (sumber daya alam). Disamping itu Al-Qur’an juga memberikan tuntunan bagi manusia berupa langkah-langkah penting bagaimana memahami alam agar dapat dicapai manfaat maksimal yang pada intinya mencakup proses kagum, mengamati, dan memahami. Seperti dalam penjabaran berikut ini ;
Pertama, Al-Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk mengenali secara seksama alam sekitarnya seraya mengetahui sifat-sifat dan proses alamiah yang terjadi di dalamnya, perintah ini misalnya ditegaskan dalam Surat Yunus ayat 101. “Katakanlah (Wahai Muhammad): Perhatikan apa yang ada di langit dan di bumi.....”. dalam kata “perhatikan” manusia dituntut untuk tidak hanya sekedar memperhatikan dengan pikiran kosong, melainkan dengan perhatian yang seksama terhadap kebesaran Allah SWT dan makna dari gejala alam yang diamati. Perintah ini tampak lebih jelas dalam Surat Al-Ghasyiyah ayat 17-20, “maka apakah mereka tidak memperhatikan onta bagaimana ia diciptakan, dan langit bagaimana ia diangkat, dan gunung-gunung bagaimana mereka ditegakkan, dan bumi bagaimana ia dibentangkan”.
Kedua, Al-Qur’an mengajarkan kepada manusia untuk mengadakan pengukuran terhadap gejala-gejala alam. Hal ini diisyaratkan di dalam Surat Al-Qamar ayat 149, “sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran”.
Ketiga, Al-Qur’an menekankan pentingnya analisis yang mendalam terhadap fenomena alam melalui proses penalaran yang kritis dan sehat untuk mencapai kesimpulan yang rasional, hal ini dinyatakan dalam surat Al-Nahl ayat 11 – 12, “Dia menumbuhkan bagimu, dengan air hujan itu, tanaman-tanaman zaitun, korma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi mereka yang mau berpikir. Dan dia menundukkan malam dan siang, Matahari dan bulan untukmu; dan bintang-bintang itu ditundukkan (bagimu) dengan perintahnya. Sebenarnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang menalar”.
Ketiga langkah yang dikembangkan oleh Al-Qur’an itulah yang sesungguhnya dijalankan oleh sains hingga saat ini, yaitu observasi (pengamatan), pengukuran-pengukuran, lalu menarik kesimpulan berdasarkan observasi dan pengukuran. Memahami tanda-tanda dan rahasia alam hanya mungkin dilakukan oleh orang-orang yang terdidik dan memiliki keahlian dalam bidang kealaman seperti matematika, fisika, kimia astronomi, biologi, geologi dan lainnya. Dengan bantuan ilmu dan didorong oleh semangat dan sikap rasional maka Sunnatullah dalam wujud keteraturan alam ini akan bisa diungkap oleh manusia. Sehingga anggapan yang menyatakan bahwa Islam adalah agama yang hanya mementingkan kehidupan pasca mati adalah tidak sepenuhnya benar, sehingga jika hari ini umat Islam tertinggal oleh agama lain dalam hal IPTEK tentunya ada sesuatu yang salah dan seharusnya kita cari dan benahi bersama, minimal kita harus intropeksi diri sebagai umat Islam. Ada banyak hal yang mempengaruhi kemunduran umat Islam dalam hal IPTEK dan telah banyak buku maupun tokoh-tokoh yang mengupasnya dengan berbagai pandangan yang berbeda-beda. Umat Islam akan terus berjalan menuju masa depannya, dengan potensi manusia yang begitu besar umat islam memiliki potensi yang sama dengan umat lainnya, berhasil atau tidaknya bergantung pada unsur manusia sebagai pelaku, modal manusia begitu penting sehingga pendidikan yang berkualitas tinggi dan didorong oleh frame berpikir dan berkarya akan menghasilkan produk IPTEK yang bermutu tinggi.
semenjak tahun 1901 para tokoh dunia yang dianggap berjasa ataupun memberikan kontribusi yang luar biasa bagi masyarakat baik di bidang Kesehatan, Fisika, Kimia, Sastra dan Perdamaian akan diganjar dengan sebuah penghargaan Nobel, penghargaan yang diberikan oleh yayasan Nobel yang didirikan oleh Ragnar Sohlman dan Rudolf Lilljequist atas wasiat dari seorang Industriawan dan penemu Dinamit, Alfred Nobel. Penghargaan yang dimaksudkan sebagai upaya penebusan dosa yang telah ia lakukan karena hasil penemuannya dimanfaatkan untuk tujuan yang merusak. Menarik untuk melihat penghargaan Nobel yang diterima oleh umat Islam sebagai langkah awal untuk mengukur seberapa besar kontribusinya bagi perkembangan Dunia. Hingga Tahun 2012 dengan jumlah penganut kurang lebih 1,6 Milyar, umat Islam yang meraih penghargaan Nobel ada 10 Orang, 2 orang diantaranya peraih nobel fisika dan kimia dan sisanya di bidang sastra dan Perdamaian. Bandingkan dengan Umat Yahudi yang berjumlah sekitar 14 Juta atau 0,02 % dari populasi dunia mendapatkan 194 Penghargaan Nobel di berbagai bidang, 142 orang diantaranya dibidang Kesehatan, Fisika dan Kimia. Bagaimana dengan Indonesia? Negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, dan konon katanya pernah memiliki teknologi-teknologi canggih di era kerajaan-kerajaan besar (Sriwijaya, Majapahit, Mataram dll)?. Terlalu jauh untuk berbicara peraihan medali Nobel, lebih elok jika kita mencermati beberapa data tentang dunia riset Indonesia terlebih dahulu.
jumlah peneliti per satu juta penduduk Indonesia sebanyak 90 orang, sebagai perbandingan Malaysia 365 orang, Thailand 316 dan China 1,199 per satu juta penduduk. Untuk Jurnal Internasional pada 2012 Indonesia Menyumbang 3,231 artikel, dan sebagai perbandingan Malaysia 20,838 artikel, Thailand 10,824 artikel dan Singapura dengan 16,023 artikel. Sementara untuk publikasi Riset Internasional jumlah ilmuwan dari Indonesia selama kurun waktu 1996 - 2015 berjumlah 39,719 publikasi riset, masih cukup tertinggal dengan Thailand yang berhasil mempublikasikan 123,410, Malaysia 181,251 dan Singapura 215,553 publiksasi riset. Meskipun masih kalah dalam dunia riset oleh negara-negara tetangga kita tidak bisa sepenuhnya menilai bahwa masyarakat kita tidak mampu bersaing dalam dunia riset teknologi, mengingat ada banyak faktor yang mempengaruhi berkembangnya suatu sains ataupun teknologi dalam suatu negara, semisal kondisi sosial, politik dan ekonomi. Keseriusan negara dalam menggarap dunia riset ditunjukan dengan alokasi Anggaran yang digelontorkan, alokasi anggaran penelitian Indonesia dari APBN tahun 2016 sebesar 0,09 % dari PDB, 50 kali lebih sedikit dari negara tetangga Malaysia yang mencapai 5 % dari PDB .
sebagai penutup, sebuah penggalan Hadist yang cukup populer dikalangan umat Islam ini mungkin bisa menjadi renungan bagi kita semua, “Barang siapa menghilangkan kesulitan seorang mu’min di dunia, maka Allah akan melepaskan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan orang yang tengah dilanda kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan di Akhirat”. Penggalan Hadist yang menyeru kepada manusia untuk menguasai teknologi dan manajemen, agar mampu memberi kemudahan bagi manusia lainnya di dunia.
*catatan kaki tidak kami sertakan, artikel ditulis sebagai bahan diskusi kelompok mahasiswa pada maret 2017